Membaca komen dan status di FB salah satu mahasiswa dari sebuah perguruan tinggi ternama di negeri ini, kok sepertinya mereka keberatan jika mahasiswa baru yang akan bergabung menjadi bagian dari almamater mereka ini masuk melalui jalur prestasi. Jaman saya SMA dulu namanya PMDK (Penelusuran Minat dan Kemampuan), gak tau deh apa istilahnya sekarang.
Iseng saya ‘menjambangi’ wall to wall. Ngintip status beberapa teman dan murid-murid SMP saya dulu yang sekarang sudah jadi mahasiswa. Salah seorang mahasiswa menulis begini, “ eh… masak sekarang ada calon mahasiswa yang bisa masuk kedokteran hanya dengan nilai raport. Ajaib”. Lalu komen lainnya, “jaman kita dulu kan susah ya masuk ke sini”. Bahkan ada yang nulis gini, “kayak gak adil ya, dulu kita masuk ke sini susah banget , gak kayak sekarang”. Dan bla..bla….bla…
Laaah ?! Padahal justru dengan melihat prestasi siswa sejak di sekolah lanjutan inilah, PTN menerima mahasiswa yang kualitasnya nyata. Apalagi adanya konsistensi pada prestasinya yang terlihat dari nilai-nilai raportnya sejak dini, menjadi modal untuk melihat kemampuannya menyelesaikan studi di perguruan tinggi. Memang tiap sekolah memiliki standar nilai yang berbeda-beda, tapi masing-masing sekolah kan memiliki peringkat dan akreditasi. Jadi ini justru memudahkan PTN menjaring siswa yang benar-benar berkualitas, yang salah satunya ditunjukkan oleh nilai-nilai yang stabil sejak awal di bangku sekolah menengah.
Jalur ini memungkinkan siswa daerah yang berprestasi, dapat kesempatan juga mengenyam pendidikan di PTN ternama seperti UI, IPB, ITB dan lainnya. Untuk terlaksananya pendidikan yang berkeadilan bagi anak-anak diseluruh pelosok negeri, tak ada salahnya diterapkan sistim kuota dengan seleksi ketat dari Pemda sebelum diseleksi oleh perguruan tinggi yang dituju. Tidak hanya mengandalkan ujian tertulis ataupun dari UN yang semakin lama kian luntur kemurniannya . Apalagi isu kebocoran UN dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, makin marak saja dari tahun ke tahun. Mengotori nilai-nilai hakiki dari sebuah proses belajar dan mencoreng dunia pendidikan.
Lalu mengapa ada obrolan seperti ini di dunia maya yang menyiratkan seolah jalur prestasi dapat menurunkan kredibilitas almamater mereka ? Apakah mahasiswa melalui jalur prestasi di kampus mereka tidak dapat membuktikan prestasinya seperti yang ditunjukkan oleh nilai-nilai raport ketika masih di SMA ? Apakah nilai-nilai itu sebenarnya katrolan semua ? Apakah hanya karena ada semacam kecemburuan, bahwa mereka masuk ke perguruan tinggi itu dengan segenap perjuangan dan persaingan yang amat ketat, sementara calon mahasiswa yang nanti akan menjadi adik-adik tingkatnya tanpa melalui itu semua…?
Kita tahu bagaimana jutaan sel-sel sperma berjuang hanya untuk menembus satu sel telur saja. Sebuah kompetisi yang sudah dihadapi manusia bahkan jauh sebelum lahir ke dunia. Bagi mereka yang diterima diperguruan tinggi negeri melalui test masuk yang ketat maupun jalur prestasi, semoga perjuangan itu menjadi motivasi besar untuk terus berprestasi dan memacu diri. Menjadi sosok-sosok dengan pribadi tangguh tanpa meninggalkan nilai-nilai hakiki dan tujuan mulia di ciptanya manusia oleh Yang Maha Kuasa. Tak dapat dihindiari, hidup adalah sebuah kompetisi….
Jakarta, 21 Mei 2011
salam hangat 🙂
Etty Lismiati.
Aal izz well. jadilah yang terbaik maka sukses akan mengejarmu, dan orang-orang akan menghormatimu, begitu slogan film 3 Idiots (http://en.wikipedia.org/wiki/3_Idiots). “terbaik” bagi dan untuk siapa? apa ukurannya? apa definisi “terbaik”? apa yang dimaksud dengan “sukses”? orang-orang yang seperti apa yang akan menghormati? apa pentingnya dihormati orang?
What is mind?
no matter
what is matter?
never mind
Aal izz well.
i’m an idiot NOT a stupid.
check this out: http://idiotsacademy.zapak.com/idiotsmain.php
SukaSuka